Diposting oleh
Unknown
komentar (0)
JUAL
BELI
A. LANDASAN
Al
Baqarah : 275
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilya dahulu[176] (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.”(Al-baqarah 275).
Kesimpulan :
·
Sesungguhnya tidak lain perdagangan itu hanyalah seperti
riba juga.” Artinya karena dia hendak membela pendiriannya menternakkan, dia
mengatakan bahwa pekerjaan orang yang berniaga itupun serupa juga dengan
pekerjaannya makan riba, yaitu sama-sama mencari keuntungan atau mencari makan.
Keberadaannya jauh berbeda. Berdagang, ialah si saudagar menyediakan barang,
kadang-kadang didatangkannya dari tempat lain, si pembeli ada uang pembeli
barang itu. Harganya sepuluh rupiah, dijualnya sebelas rupiah. Yang menjual
mendapat untung, yang membeli pun mendapat untung pula karena yang
diperlukannya telah didapatkannya. Keduanya sama-sama dilepaskan keperluannya.
Itu sebabnya dia dihalalkan Tuhan.
·
Jual beli adalah transaksi yang menguntungkan kedua belah
pihak, sedangkan riba merugikan salah satu pihak. Keuntungan yang pertama diperoleh
melalui kerja manusia, sedangkan yang kedua yang menghasilkan adalah uang,
bukan kerja manusia. Jual beli menuntut aktivitas manusia, sedangkan riba tanpa
aktivitas mereka. Jual beli mengandung kemungkinan untung dan rugi tergantung
kepada kepandaian pengelola, kondisi dan situasi pasar ikut menentukan;
sedangkan riba menjamin keuntungan bagi yang meminjamkannya, dan tidak
mengandung kerugian. Riba tidak membutuhkan kepandaian dan kondisi pasar pun
tidak terlalu menentukan. Itu sedikit yang membedakannya.
2.
An
Nisa : 29
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu[287];
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-nissa 29)
MUFRADAT
.
Ø kalimat Nä3s9ºuqøBr& (#þqè=à2ù's?w yang dikait dengan Mà6oY÷t/ memberi isyarat larangan memakan harta dengan
cara yang curang.
Ø
È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ : Yaitu segala perkara yang diharamkan Allah, atau perdagangan
yang membawa kerusakan dan kehancuran. Termasuk di dalamnya hasil riba, pencurian, perjudian, dan
lain sebagainya.
Ø <Ú#ts?`tã: Masing
masing pihak (penjual-pembeli) rela dan suka terhadap suatu transaksi bisnis
yang mereka lakukan. Yang direalisasikan dalam dalam bentuk ijab dan kabul,
yaitu kata-kata penerimaaan dan pembelian dari penjual dan pembeli.d
Kesimpulan:
Dasar perniagaan adalah saling meridhoi, di dalam ayat
ini terdapat isyarat adanya berbagai faedah :
a.
Dasar halalnya perniagaan adalah saling mridhoi antara
pembeli dengan penjual. Penipuan,pendustaan, dan pemalsuan adalah hal hal yang
diharamkan.
b.
Segala yang ada di dunia berupa perniagaan dan apa yang
tersimpan di dalam maknanya seperti kebatilan yang tidak kekal dan tidak tetap,
hendaknya tidak melalaikan orang berakal untuk memprsiapkan diri demi kehidupan
akhirat yang lebih baik dan kekal
c.
Mengisyaratknan bahwa sebagian besar jenis perniagaan
mengandung makna memakan harta dengan batil sebab pembatasn nilai sesuatu yang
menjadikan harganya sesuai dengan ukurannya berdasrkan neraca yang lurus
merupakan sesuatu yang musthil.
d.
Oleh sebab itu, disini berlaku toleransi jika salah satu
diantara dua benda pengganti lebih besar dari pada yng lainnya, atau yang menjadi
penyebab tambahanya harga itu adalah kepandaian pedagang di dalam menghiasi
barang dagangannya, dan melariskannya dengan perkataan yang indah tanpa
pemalsuan dan penipuan
3.
Ar
Rahman : 9
“Dan
tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”
(Ar-rahman 9).
KESIMPULAN :
1.
Isyarat bahwa Allah memperhatikan segala
perbuatan dan perkataan manusia.
2. Allah mewasiatkan
keadilan dan menekankan agar keadilan itu dipakai dan dianjurkan. Pertama,
Allah SWT telah menyuruh agar melakukan keseimbangan fisik kemudian melarang
tughyan, yang berarti melampaui batas. Selanjutnya dia melarang Khusran yang
berarti melarang mengurangi.
Qatadah berkata
mengenai ayat ini berlaku adilllah hai anak adam, sebagaimana kamu ini
diperlakukan adil, dan tunaikanlah dengan sempurna, sebagaimana kamu ingin
ditunaikan dengan sempurna. Karena dengan keadilan manusia menjadi .
1. Menjual barang yang dimanfaatkann oleh
pembeli untuk sesuatu yang haram.
Jika seorang penjual mengetahui dengan pasti, bahwa si pembeli
akan menggunakan
barang yang
dibelinya untuk sesuatu yang diharamkan, maka akad jual beli ini
hukumnya haram dan batil. Jual beli seperti ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan
dosa dan permusuhan. Allah berfirman:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah:2)
Misalnya seseorang yang membeli anggur atau kurma untuk mebuat
khamr, membeli
senjata untuk membunuh seorang muslim, menjual senjata kepada perampok, atau para
pemberontak atau kepada pelaku kerusakan. Begitu juga hukum menjual barang kepada
seseorang yang diketahui aka menggunakannya untuk mendukung sesuatu yang diharamkan
Allah, atau menggunakan barang itu untuk sesuatu yang haram, maka seorang
pembeli seperti ini tidak boleh dilayani.
2. Menjual barang yang tidak ia miliki.
Misalnya, seorang pembeli datang kepada seorang pedagang mencari
barang tertentu.
Sedangkan barang yang dicari tersebut tidak ada pada pedagang itu. Kemudian antara
pedagang dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan
dibayar sekarang ataupun nanti, sementara itu barang belum menjadi hak milik
pedagang atau si penjual. Pedagang tadi kemudian pergi membeli barang dimaksud dan
menyerahkan kepada si pembeli. Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual
sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum
menjadi miliknya, jika barang yang diinginkan itu sudah ditentukan. Dan termasuk menjual
hutang dengan hutang, jika barang yang diinginkan tidak jelas harganya dibayar
dibelakang.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam telah melarang cara
berjual beli seperti ini. Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabt bernama Hakim bin
Hazam radhiallahuanhu berkata kepada rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli
sesuatu dariku, sementara barang yang di carai tidak ada padaku. Kemudian aku
pergi ke pasar dan membeli barang itu.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. Tirmidzi)
Demikian ini menunjukkan adanya larangan yang tegas, bahwa
seseorang tidak boleh menjual sesuatu kecuali telah dimiliki sebelum akad, baik
dijual cash ataupun tempo. Masalah ini tidak boleh diremehkan. Pedagang yang hendak
menjual sesuatu kepada seseorang, hendaknya ia menjamin keberadaan barangnya di
tempatnya atau di tokonya, gudangnya, show roomnya atau toko bukunya. Kemudian jika
ada orang yang mau membelinya, dia bisa menjualnya cash atau tempo.
3.
Jual beli secara ‘inah.
Apakah maksud jual beli dengan ‘inah itu? Yaitu engkau menjual
sesuatu barang kepada seseorang dengan pembayaran tempo (bayar di belakang),
kemudian engkau membeli barang itu lagi (dari pembeli tadi) dengan harga yang
lebih murah, tetapi dengan pembayaran kontan yang engkau serahkan kepada pembeli. Ketika
sudah sampai tempo pembayaran, engkau minta dia membayar penuh (sesuai dengan harga
yg kita berikan saat dia membeli barang pada kita) Ini disebut jula beli ‘inah
(benda), karena benda yang dijual kembali lagi kepada si pedagang
semula. Ini adalah haram. Karena bertujuan untuk menyiasati riba. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, dan kalian
telah memegang ekor sapi, dan kalian rela dengan
bercocok tanam, Allah akan menimpakan kehinaan kepada
kalian. Allah tidak akan mengangkatnya sampai kalian kembali kepada agama kalian.”
(HR. Abu Dawud dan memiliki beberapa
penguat)
4. Di antara jual beli yang terlarang, yaitu najasy (menawar harga
tinggi untuk menipu pengunjung lainnya)
Misalnya, dalam suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran
atas suatu barang dengan harga tertentu, kemudian ada sesorang yang menaikkan harga tawarnya,
padahal ia tidak
berniat untuk membelinya.. Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing
pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerjasama
dengan penjual ataupun tidak. Orang yang menaikkan harga, padahal tidak berniat untuk membelinya
telah melanggar
larangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Janganlah kalian melakukan Jal
beli najasy”
Orang yang tidak berniat membeli dan tidak tertarik pada suatu
barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan para pengunjung
(pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang dinginkan. Tidak boleh ada kesepakatan antara si penjual dengan beberapa kawannya untuk
menaikkan harga barang. Harapannya, agar pembeli yang datang menawar degan harga
yg lebih tinggi. Ini juga termasuk najasy dan juga haram, mengandung unsur penipuan dan
mengambil harta dengan cara batil. Termasuk jual beli najasy-sebagaimana dsebutkan oleh ulama ahli
fikih- yaitu perkataan seorang penjual “aku telah membeli barang ini dengan
harga sekian”, padahal ia berbohong. Tujuannya untuk menipu para pembeli agar
membelinya dengan harga tinggi. Atau perkataan penjual “aku berikan barang ini
dengan harga sekian”, atau perkataan “barang ini harganya sekian”, padahal ia
berbohong. Dia hendak menipu para pengunjung agar menawar dengan harga lebih tinggi dari
harga palsu yang dilontarkannya. Ini juga termasuk najasy yang dilarang Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Termasuk perbuatan khianat, menipu dan perbuatan bohong
yang akan dihisab di hadapan Allah. Para pedagang wajib menjelaskan harga sebenarnya jika ditanya oleh
pembeli “anda
membelinya dengan harga berapa?” Beritahukan
harga yang sebenarnya. Jangan dijawab “barang ini di jual kepada saya dengan harga
sekian”, padahal ia berbohong. Termasuk dalam masalah ini, yaitu jika seorang pedagang
di pasar atau pemilk toko sepakat tidak akan menaikkan harga tawar, jika ada
penjual yang datang menawarkan barang, agar penjual terpaksa menjualnya dengan harga
murah. Dalam hal ini, mereka melakukan kerjasama. Ini juga termasuk najasy dan
mengambil harta manusia dengan cara haram
5.
Di antara jula beli yang dilarang adalah, seorang muslim melakukan akad jual beli di
atas akad saudaranya.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Janganlah sebagian di antara kalian berjualan di atas jualan
sebagian.”
Misalnya, seseorang mencari barang, dan ia membelinya dari seorang
pedagang. Lalu pedagang ini memberikan hak pilih (jadi atau tidak) kepada si
pembeli dalam tempo selama dua atau tiga hari atau lebih. Pada masa-masa ini, tidak
boleh ada pedagang lain yang masuk dan mengatakan kepada si pembeli tadi “tinggalkan
barang ini, dan saya akan memberikan barang sejenis dengan kualitas yang lebih baik dan
harga lebih murah.” Penawaran seperti ini
merupakan perbuatan haram, karena berjualan di atas akad beli
saudaranya. Selama penjual memberikan hak pilih kepada calon pembeli, maka
biarkanlah calon pembeli berpikir, jangan ikut campur. Jika calon pembeli mau, ia
bisa melanjutkan akad jula beli atau membatalkan akad. Jika akadnya sudah rusak dengan
sendirinya, maka engkau boleh menawarkan barang kepadanya. Begitu juga
membeli diatas pembelian saudaranya, hukumnya haram. Misalnya, jika ada seseorang mendatangi pedagang hendak membeli suatu barang
dengan harga tertentu, lalu ia memberikan hak pilih kepada pedagang (jadi atauu
tidak) selama beberapa waktu. Maka selama masa pemilihan itu, tidak boleh ada
orang lain ikut campur, pergi ke pedagang seraya mengatakan “saya akan membeli
barang ini darimu dengan harga yang lebih tinggi dari tawaran si fulan”. Demikian ini merupakan perbuatan haram. Karena dalam perbutan ini tersimpan banyak
madharat bagi kaum muslimin, pelanggaran hak-hak kaum muslimin, menyakitkan hati
mereka. Karena jika orang ini mengetahui bahwa engkau ikut campur dan merusak akad
antara dia dengan pembeli atau penjual, dia akan merasa marah, dongkol dan benci.
Bahkan mungkin dia mendoakan keburukan bagimu, karena engkau telah menzhaliminya.
6.
Di antara jula beli yang dilarang ialah, menjual dengan cara menipu.
Engkau menipu saudaramu dengan cara menjual barang yang engkau
ketahui cacat tanpa menjelaskan cacat kepadanya, Jual beli seperti ini tidak boleh,
karena mengandung unsur penipuan dan pemalsuan. Para penjual seharusnya
memberitahukan kepada pembeli, jika barang yang hendak di jual tersebut dalam keadaan
cacat. Kalau tidak menjelaskan, berarti ia terkena ancaman Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:
“Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah.
Jika keduanya jujr, niscaya keduanya akan
diberikan berkah pada jula beli mereka. Jika keduanya berbohong
dan menyembunyikan (cacat barang) , niscaya berkah jula beli mereka dihapus.”
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melewati
seorang pedagang dipasar. Di samping pedagang tersebut terdapat seonggok makanan.
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memasukkan tangannya yang mulia ke dalam makanan
itu, dan Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam merasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawah makanan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bertanya kepada pedagang: “Apa
ini, wahai pedagang?” Orang itu
menjawab:”Makanan itu terkena air hujan, wahai Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam!” kemudian
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Mengapa enggkau tidak menaruhnya diatas,
agar bisa diketahui oleh pembeli? Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidak
termasuk golongna kami”.
Hadits yang mulia ini sebagai salah satu kaidah dalam muamalah
jula beli dengan sesame muslim. Tidak sepantasnya bagi seorang muslim
menyembunyikan aib barangnya. Jika ada aibnya, seharusnya diperlihatkan, sehingga si
pembeli bias mengetahui dan mau membeli barang dengan harga yang sesuai dengan
kadar cacatnya, bukan membelinya dengan harga barang bagus. Betapa
banyak kasus penipuan yang dapat kita lihat sekarang. Betapa banyak orang yang
menyembunyikan aib suatu barang dengan menaruhnya di bagian bawah, dan menaruh
yang baik di bagian atasnya, baik sayur mayor atau makanan lainnya. Ini dilakukan
dengan sengaja . Ini adalah perbuatan maksiat.
Kitab Suci Al-Qur’an
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz V, hal 26.
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 27, hal 190.
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah volume 1, hal 593
Diposting oleh
Unknown
komentar (0)