03
Januari


JUAL BELI

A. LANDASAN

Al Baqarah : 275

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”(Al-baqarah 275).
Kesimpulan :
·         Sesungguhnya tidak lain perdagangan itu hanyalah seperti riba juga.” Artinya karena dia hendak membela pendiriannya menternakkan, dia mengatakan bahwa pekerjaan orang yang berniaga itupun serupa juga dengan pekerjaannya makan riba, yaitu sama-sama mencari keuntungan atau mencari makan. Keberadaannya jauh berbeda. Berdagang, ialah si saudagar menyediakan barang, kadang-kadang didatangkannya dari tempat lain, si pembeli ada uang pembeli barang itu. Harganya sepuluh rupiah, dijualnya sebelas rupiah. Yang menjual mendapat untung, yang membeli pun mendapat untung pula karena yang diperlukannya telah didapatkannya. Keduanya sama-sama dilepaskan keperluannya. Itu sebabnya dia dihalalkan Tuhan.
·         Jual beli adalah transaksi yang menguntungkan kedua belah pihak, sedangkan riba merugikan salah satu pihak. Keuntungan yang pertama diperoleh melalui kerja manusia, sedangkan yang kedua yang menghasilkan adalah uang, bukan kerja manusia. Jual beli menuntut aktivitas manusia, sedangkan riba tanpa aktivitas mereka. Jual beli mengandung kemungkinan untung dan rugi tergantung kepada kepandaian pengelola, kondisi dan situasi pasar ikut menentukan; sedangkan riba menjamin keuntungan bagi yang meminjamkannya, dan tidak mengandung kerugian. Riba tidak membutuhkan kepandaian dan kondisi pasar pun tidak terlalu menentukan. Itu sedikit yang membedakannya.

2.      An Nisa : 29



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (An-nissa 29)

MUFRADAT
.
Ø  kalimat Ÿ Nä3s9ºuqøBr& (#þqè=à2ù's?w yang dikait dengan Mà6oY÷t/ memberi isyarat larangan memakan harta dengan cara yang curang.
Ø   È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ : Yaitu segala perkara yang diharamkan Allah, atau perdagangan yang membawa kerusakan dan kehancuran. Termasuk di dalamnya hasil riba, pencurian, perjudian, dan lain sebagainya.
Ø  <Ú#ts?`tã:  Masing masing pihak (penjual-pembeli) rela dan suka terhadap suatu transaksi bisnis yang mereka lakukan. Yang direalisasikan dalam dalam bentuk ijab dan kabul, yaitu kata-kata penerimaaan dan pembelian dari penjual dan pembeli.d
Kesimpulan:
Dasar perniagaan adalah saling meridhoi, di dalam ayat ini terdapat isyarat adanya berbagai faedah :
a.       Dasar halalnya perniagaan adalah saling mridhoi antara pembeli dengan penjual. Penipuan,pendustaan, dan pemalsuan adalah hal hal yang diharamkan.
b.      Segala yang ada di dunia berupa perniagaan dan apa yang tersimpan di dalam maknanya seperti kebatilan yang tidak kekal dan tidak tetap, hendaknya tidak melalaikan orang berakal untuk memprsiapkan diri demi kehidupan akhirat yang lebih baik dan kekal
c.       Mengisyaratknan bahwa sebagian besar jenis perniagaan mengandung makna memakan harta dengan batil sebab pembatasn nilai sesuatu yang menjadikan harganya sesuai dengan ukurannya berdasrkan neraca yang lurus merupakan sesuatu yang musthil.
d.      Oleh sebab itu, disini berlaku toleransi jika salah satu diantara dua benda pengganti lebih besar dari pada yng lainnya, atau yang menjadi penyebab tambahanya harga itu adalah kepandaian pedagang di dalam menghiasi barang dagangannya, dan melariskannya dengan perkataan yang indah tanpa pemalsuan dan penipuan

3.        Ar Rahman : 9


“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (Ar-rahman 9).
KESIMPULAN :
1.    Isyarat bahwa Allah memperhatikan segala perbuatan dan perkataan manusia.
2.    Allah mewasiatkan keadilan dan menekankan agar keadilan itu dipakai dan dianjurkan. Pertama, Allah SWT telah menyuruh agar melakukan keseimbangan fisik kemudian melarang tughyan, yang berarti melampaui batas. Selanjutnya dia melarang Khusran yang berarti melarang mengurangi.
Qatadah berkata mengenai ayat ini berlaku adilllah hai anak adam, sebagaimana kamu ini diperlakukan adil, dan tunaikanlah dengan sempurna, sebagaimana kamu ingin ditunaikan dengan sempurna. Karena dengan keadilan manusia menjadi .

1. Menjual barang yang dimanfaatkann oleh pembeli untuk sesuatu yang haram.
Jika seorang penjual mengetahui dengan pasti, bahwa si pembeli akan menggunakan barang yang dibelinya untuk sesuatu yang diharamkan, maka akad jual beli ini hukumnya haram dan batil. Jual beli seperti ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Allah berfirman:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah:2)
Misalnya seseorang yang membeli anggur atau kurma untuk mebuat khamr, membeli senjata untuk membunuh seorang muslim, menjual senjata kepada perampok, atau para pemberontak atau kepada pelaku kerusakan. Begitu juga hukum menjual barang kepada seseorang yang diketahui aka menggunakannya untuk mendukung sesuatu yang diharamkan Allah, atau menggunakan barang itu untuk sesuatu yang haram, maka seorang pembeli seperti ini tidak boleh dilayani.
2. Menjual barang yang tidak ia miliki.
Misalnya, seorang pembeli datang kepada seorang pedagang mencari barang tertentu. Sedangkan barang yang dicari tersebut tidak ada pada pedagang itu. Kemudian antara pedagang dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan dibayar sekarang ataupun nanti, sementara itu barang belum menjadi hak milik pedagang atau si penjual. Pedagang tadi kemudian pergi membeli barang dimaksud dan menyerahkan kepada si pembeli. Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi miliknya, jika barang yang diinginkan itu sudah ditentukan. Dan termasuk menjual hutang dengan hutang, jika barang yang diinginkan tidak jelas harganya dibayar dibelakang.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam telah melarang cara berjual beli seperti ini. Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabt bernama Hakim bin Hazam radhiallahuanhu berkata kepada rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku. Dia ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang di carai tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar dan membeli barang itu.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. Tirmidzi)
Demikian ini menunjukkan adanya larangan yang tegas, bahwa seseorang tidak boleh menjual sesuatu kecuali telah dimiliki sebelum akad, baik dijual cash ataupun tempo. Masalah ini tidak boleh diremehkan. Pedagang yang hendak menjual sesuatu kepada seseorang, hendaknya ia menjamin keberadaan barangnya di tempatnya atau di tokonya, gudangnya, show roomnya atau toko bukunya. Kemudian jika ada orang yang mau membelinya, dia bisa menjualnya cash atau tempo.
3.      Jual beli secara ‘inah.
Apakah maksud jual beli dengan ‘inah itu? Yaitu engkau menjual sesuatu barang kepada seseorang dengan pembayaran tempo (bayar di belakang), kemudian engkau membeli barang itu lagi (dari pembeli tadi) dengan harga yang lebih murah, tetapi dengan pembayaran kontan yang engkau serahkan kepada pembeli. Ketika sudah sampai tempo pembayaran, engkau minta dia membayar penuh (sesuai dengan harga yg kita berikan saat dia membeli barang pada kita) Ini disebut jula beli ‘inah (benda), karena benda yang dijual kembali lagi kepada si pedagang semula. Ini adalah haram. Karena bertujuan untuk menyiasati riba. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, dan kalian telah memegang ekor sapi, dan kalian rela dengan bercocok tanam, Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah tidak akan mengangkatnya sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud dan memiliki beberapa penguat)
4. Di antara jual beli yang terlarang, yaitu najasy (menawar harga tinggi untuk menipu pengunjung lainnya)
Misalnya, dalam suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran atas suatu barang dengan harga tertentu, kemudian ada sesorang yang menaikkan harga tawarnya, padahal ia tidak berniat untuk membelinya.. Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerjasama dengan penjual ataupun tidak. Orang yang menaikkan harga, padahal tidak berniat untuk membelinya telah melanggar larangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Janganlah kalian melakukan Jal beli najasy”
Orang yang tidak berniat membeli dan tidak tertarik pada suatu barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang dinginkan. Tidak boleh ada kesepakatan antara si penjual dengan beberapa kawannya untuk menaikkan harga barang. Harapannya, agar pembeli yang datang menawar degan harga yg lebih tinggi. Ini juga termasuk najasy dan juga haram, mengandung unsur penipuan dan mengambil harta dengan cara batil. Termasuk jual beli najasy-sebagaimana dsebutkan oleh ulama ahli fikih- yaitu perkataan seorang penjual “aku telah membeli barang ini dengan harga sekian”, padahal ia berbohong. Tujuannya untuk menipu para pembeli agar membelinya dengan harga tinggi. Atau perkataan penjual “aku berikan barang ini dengan harga sekian”, atau perkataan “barang ini harganya sekian”, padahal ia berbohong. Dia hendak menipu para pengunjung agar menawar dengan harga lebih tinggi dari harga palsu yang dilontarkannya. Ini juga termasuk najasy yang dilarang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Termasuk perbuatan khianat, menipu dan perbuatan bohong yang akan dihisab di hadapan Allah. Para pedagang wajib menjelaskan harga sebenarnya jika ditanya oleh pembeli “anda membelinya dengan harga berapa?” Beritahukan harga yang sebenarnya. Jangan dijawab “barang ini di jual kepada saya dengan harga sekian”, padahal ia berbohong. Termasuk dalam masalah ini, yaitu jika seorang pedagang di pasar atau pemilk toko sepakat tidak akan menaikkan harga tawar, jika ada penjual yang datang menawarkan barang, agar penjual terpaksa menjualnya dengan harga murah. Dalam hal ini, mereka melakukan kerjasama. Ini juga termasuk najasy dan mengambil harta manusia dengan cara haram
5. Di antara jula beli yang dilarang adalah, seorang muslim melakukan akad jual beli di atas akad saudaranya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Janganlah sebagian di antara kalian berjualan di atas jualan sebagian.”
Misalnya, seseorang mencari barang, dan ia membelinya dari seorang pedagang. Lalu pedagang ini memberikan hak pilih (jadi atau tidak) kepada si pembeli dalam tempo selama dua atau tiga hari atau lebih. Pada masa-masa ini, tidak boleh ada pedagang lain yang masuk dan mengatakan kepada si pembeli tadi “tinggalkan barang ini, dan saya akan memberikan barang sejenis dengan kualitas yang lebih baik dan harga lebih murah.” Penawaran seperti ini merupakan perbuatan haram, karena berjualan di atas akad beli saudaranya. Selama penjual memberikan hak pilih kepada calon pembeli, maka biarkanlah calon pembeli berpikir, jangan ikut campur. Jika calon pembeli mau, ia bisa melanjutkan akad jula beli atau membatalkan akad. Jika akadnya sudah rusak dengan sendirinya, maka engkau boleh menawarkan barang kepadanya. Begitu juga membeli diatas pembelian saudaranya, hukumnya haram. Misalnya,  jika ada seseorang mendatangi pedagang hendak membeli suatu barang dengan harga tertentu, lalu ia memberikan hak pilih kepada pedagang (jadi atauu tidak) selama beberapa waktu. Maka selama masa pemilihan itu, tidak boleh ada orang lain ikut campur, pergi ke pedagang seraya mengatakan “saya akan membeli barang ini darimu dengan harga yang lebih tinggi dari tawaran si fulan”. Demikian ini merupakan perbuatan haram. Karena dalam perbutan ini tersimpan banyak madharat bagi kaum muslimin, pelanggaran hak-hak kaum muslimin, menyakitkan hati mereka. Karena jika orang ini mengetahui bahwa engkau ikut campur dan merusak akad antara dia dengan pembeli atau penjual, dia akan merasa marah, dongkol dan benci. Bahkan mungkin dia mendoakan keburukan bagimu, karena engkau telah menzhaliminya.
6. Di antara jula beli yang dilarang ialah, menjual dengan cara menipu.
Engkau menipu saudaramu dengan cara menjual barang yang engkau ketahui cacat tanpa menjelaskan cacat kepadanya, Jual beli seperti ini tidak boleh, karena mengandung unsur penipuan dan pemalsuan. Para penjual seharusnya memberitahukan kepada pembeli, jika barang yang hendak di jual tersebut dalam keadaan cacat. Kalau tidak menjelaskan, berarti ia terkena ancaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:
“Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujr, niscaya keduanya akan diberikan berkah pada jula beli mereka. Jika keduanya berbohong dan menyembunyikan (cacat barang) , niscaya berkah jula beli mereka dihapus.”
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melewati seorang pedagang dipasar. Di samping pedagang tersebut terdapat seonggok makanan. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memasukkan tangannya yang mulia ke dalam makanan itu, dan Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam merasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawah makanan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bertanya kepada pedagang: “Apa ini, wahai pedagang?” Orang itu menjawab:”Makanan itu terkena air hujan, wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam!” kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Mengapa enggkau tidak menaruhnya diatas, agar bisa diketahui oleh pembeli? Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidak termasuk golongna kami”.
Hadits yang mulia ini sebagai salah satu kaidah dalam muamalah jula beli dengan sesame muslim. Tidak sepantasnya bagi seorang muslim menyembunyikan aib barangnya. Jika ada aibnya, seharusnya diperlihatkan, sehingga si pembeli bias mengetahui dan mau membeli barang dengan harga yang sesuai dengan kadar cacatnya, bukan membelinya dengan harga barang bagus. Betapa banyak kasus penipuan yang dapat kita lihat sekarang. Betapa banyak orang yang menyembunyikan aib suatu barang dengan menaruhnya di bagian bawah, dan menaruh yang baik di bagian atasnya, baik sayur mayor atau makanan lainnya. Ini dilakukan dengan sengaja . Ini adalah perbuatan maksiat.



Kitab Suci Al-Qur’an
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz V, hal 26.
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi juz 27, hal 190.
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah volume 1, hal 593


0 komentar:

Posting Komentar