Pengembangan Zakat
Profesi Sebagai Salah Satu Solusi Pengentasan
Kemiskinan di
Indonesia
Jatuh
bangunnya suatu pemerintahan, tidak terlepas akan adanya problematika ekonomi suatu
negara, salah satunya adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan fenomena
yang sangat urgen bagi Indonesia, yang harus segera ditangani.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian:
kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang
termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah
garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan,
sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah
kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.[1]
Kemiskinan yang terjadi di
Indonesia bisa kita temukan di sekitar lingkungan kita, banyak masyarakat yang
tidak dapat menikmati kehidupan dengan baik, mereka tidak dapat menikmati
pendidikan yang layak, bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja susah,
busung lapar terjadi di berbagai daerah. Sementara itu keadaan berbanding
terbalik dengan masyarakat kelas menengah ke atas yang bisa mencukupi kebutuhan
hidupnya dengan baik. Sehingga di sini terlihat ketimpangan sosial antara kaya
dan miskin.
Berbagai upaya pengentasan
kemiskinan di Indonesia telah dilakukan, seperti program BLT (Bantuan Langsung
Tunai) untuk warga miskin. Namun hal ini belum bisa menangani masalah
pengentasan kemiskinan yang ada, karena dalam prakteknya program ini tidak
dilakukan secara merata dalam pendistribusiannya, bahkan terkadang objek
penerima BLT pun kurang tepat sasarannya. Sehingga saat ini sangat diperlukan
kesadaran dari masyarakat untuk bersama-sama mengurangi kemiskinan yang ada disekitarnya.
Lalu, bagaimanakah solusi yang ditawarkan dalam Islam?
Di dalam Islam, ada instrumen zakat
yang merupakan salah satu instrumen yang mampu mengatasi masalah ekonomi
seperti kemiskinan. Zakat tidak hanya sebagai suatu kewajiban yang harus
dibayarkan sesorang muslim untuk memenuhi rukun Islam semata, namun zakat juga
mempunyai efek terhadap kehidupan masyarakat terutama untuk mengangkat garis
kemiskinan. Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, menjadi peluang besar
untuk mengentaskan kemiskinan melalui instrumen zakat tersebut. Apalagi dengan
berbagai jenis pekerjaan masyarakat yang notabenenya mampu mengeluarkan zakat dari pekerjaan
atau profesinya, yang biasa dikenal dengan zakat profesi. Didalam zakat
profesi, terdapat unsur ta’awun (tolong menolong) antara orang kaya terhadap
orang miskin, sehingga tidak ada kesenjangan diantara keduanya.
Zakat profesi merupakan zakat yang dikeluarkan seseorang yang mempunyai
pekerjaan tertentu, dimana dari pekerjaannya tersebut dperoleh gaji atau upah. Profesi
seseorang memang bermacam-macam, ada yang diperoleh dari usaha sendiri seperti
dokter, guru, pengacara, penjahit, dll. Ada juga pekerjaan yang bergantung
kepada orang lain seperti bekerja di instansi-instansi pemerintahan, perusahaan
swasta, dll. Lalu, apakah dari hasil pekerjaannya tersebut (gaji) wajib untuk
dikeluarkan zakatnya?
Pertanyaan diatas, perlu sekali
untuk diperoleh jawabannya agar setiap orang dapat menyadari hak dan
kewajibannya. Semua penghasilan melalui kegiatan profesional, jika telah
mencapai nisabnya maka wajib dikeluarkan zakatnya. Berdasarkan firman Allah Swt
[2]
“Dan
pada harta-harta mereka ada hak untuk oramng miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak dapat bagian”(QS. Adz
Dzariyat:19)
“Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah
(zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik. “ (QS Al Baqarah 267)
Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila
telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Contoh:
Akbar adalah seorang
karyawan swasta yang berdomisili di Kota Bogor, memiliki seorang istri dan 2
anak.
Penghasilan bersih perbulan
Rp 1.500.000,-
Bila kebutuhan pokok
keluarga tersebut kurang lebih Rp 625.00 per bulan maka kelebihan dari
penghasilannya = (1.500.000-625.000) per bulan.
Apabila saldo rata-rata
perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu
satu tahun adalah Rp 11.700.000 (lebih dar nisab).
Dengan demikian akbar berkewajiban membayar
zakat sebesar 2,5% dari saldo.
Menurut saya, bahwa seseorang yang memiliki pekerjaan profesional, dan dari
pekerjaannya tersebut diperoleh hasil berupa sejumlah nominal uang (gaji) yang
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan bahkan ada kelebihan harta,
setelah digunakan untuk kebutuhan hidupnya, untuk membayar hutang dan
lain-lain. Maka hal tersebut ini wajib untuk dikeluarkan zakat dari
pekerjaannya tersebut. Sedangkan jika hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya semata, maka tidak wajib untuk dikeluarkan zakat profesinya.
Jika saja setiap orang yang memiliki
pekerjaan yang layak dan menyadari akan kewajiban untuk mengeluarkan zakat
profesi maka dapat dipastikan bahwa potensi zakat profesi begitu besar,
mengingat penduduk Indonesia sendiri memiliki berbagai macam jenis pekerjaan,
seperti halnya para pejabat di kalangan pemerintahan, polisi, TNI, PNS,
perusahaan BUMN dan sebagainya, yang pada umumnya memperoleh gaji yang cukup
dan bisa untuk mengeluarkan zakat profesi. Sehingga dengan begitu
besarnya potensi zakat profesi dapat menjadi salah satu usaha untuk
mengentaskan kemiskinan sedikit demi sedikit.
Pengembangan zakat dapat dijadikan suatu kebijakan pemerintah dalam
penanganan kemiskinan di Indonesia, daripada pemerintah terus menerus melakukan
pinjaman atau berhutang dari luar negeri yang justru semakin mempersulit
perekonomian dan tidak berpengaruh terhadap pengentasan kemiskinan. Lebih
baik pemerintah melakukan pengembangan terhadap potensi-potensi yang ada,
seperti pada zakat profesi.
Menurut Eri Sudewo, (Ketua I BAZNAS) potensi zakat ansich di Indonesia
sebesar dalam kisaran antara 1,08-32,4 triliyun pertahun, dengan asumsi
terdapat 18 juta Muslim kaya dari 80 juta Muslim yang menunaikan zakat perbulan
dengan kisaran 50-150 ribu rupiah
(http://demustaine.blogdetik.com/2008/08/27/zakat-dan-kemiskinan).
Untuk mensimulasikan potensi zakat profesi di Indonesia, saya akan coba
menghitung dengan asumsi sebagai berikut :
Total penduduk
indonesia = 220 juta jiwa
Penduduk muslim
di indonesia (85% dari total penduduk) = 187 juta jiwa
Penduduk muslim
indonesia yang tergolong mampu
mengeluarkan
zakat profesi (50% dari penduduk muslim)
= 94 juta jiwa
penduduk miskin
di Indonesia (20%dari total penduduk) =
44 juta jiwa
Maka potensi
muzakki dari zakat profesi =
94 juta/44 juta jiwa = 2,1
Artinya, bahwa
setiap 2 orang yang mengeluarkan zakat profesi baik tiap bulan atau pertahun
berpeluang membantu 1 orang penduduk miskin yang ada.
Pengembangan terhadap zakat profesi
perlu dimaksimalkan dan perlu adanya keseriusan dari semua kalangan, baik dari
lembaga-lembaga penghimpun zakat dan juga pemerintah. Pemerintah bisa
menerapkan kebijakan-kebijakan seperti mewajibkan para pejabat-pejabatnya untuk
mengeluarkan zakat dari gajinya dengan memotong langsung dari gajinya tiap
bulan. Selain itu, perusahaan-perusahaans BUMN maupun perusahaan swasta juga
bisa menerapkan kebijakan yang sama terhadap karyawannya. Walaupun dengan
kebijakan seperti diatas terkesan sedikit memaksa, namun langkah awal ini perlu
untuk diterapkan. Apalagi zakat tidak hanya suatu kewajiban terhadap suatu
negara, melainkan juga terhadap Allah Swt. Pajak saja yang hanya sebagai
kewajiban terhadap negara mau tidak mau masyarakat harus membayarnya. Menurut
saya, pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan bahwa zakat bisa sebagai pengurang
pajak. Seseorang yang telah membayar zakat seperti halnya zakat profesi,
mendapat keringanan atau potongan ketika mereka membayar pajak, misalnya
mendapat potongan pembayaran pajak sesuai dengan zakat yang telah dibayarkan.
Hal ini dapat memotivasi masyarakat untuk bersedia mengeluarkan zakat profesi
dengan sukarela.
Selain itu, pendistribusian terhadap zakat profesi yang telah dihimpun baik
melalui BAZNAS, dan lembaga-lembaga pengelola zakat lainnya harus disalurkan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya, sehingga dampak positif dari dana
yang terkumpul tersebut dapat dirasakan oleh para mustahiq, dan tujuan untuk
mengentaskan kemiskinan melalui penghimpunan zakat profesi dapat terwujud. Penghimpunan
dana zakat oleh para lembaga pengelola zakat (PLZ) yang diperlukan untuk
memberikan kepercayaan kepada mustahiq untuk membayar zakat profesi.
Langkah untuk mengentaskan
kemiskinan memang membutuhkan proses yang panjang, untuk itu perlu dilakukan
sosialisasi terhadap mayarakat. Selain itu, jika antara pemerintah, LPZ dan
masyarakat saling bersinergis untuk melakukan pengembangan zakat profesi dengan
keseriusan, maka Insya Allah dengan perlahan masalah kemikinan di Indonesia
dapat teratasi.
[1] http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-kewarganegaraan-kemiskinan/
[2]
http://www.dompetdhuafa.or.id/zakat/z005.htm
1 komentar:
The Titanium Tails & Tail Spinner - The Potatoes
The Tails & Tail Spinner This is a stainless steel and stainless titanium water bottle steel Tails titanium band rings and titanium bikes Tail Spinner razor. It has nano titanium flat iron a polished chrome finish and a stainless steel titanium chain
Posting Komentar